LEWAT YO LEWAT

Sambil mengetuk pintu ruang 302, saya mengucap salam. Kebiasaan, selalu terlambat masuk kuliah : beginilah ketua kelas telatan. Dan seperti yang sudah-sudah, ketika saya mengucap salam, pasti dijawab serempak oleh seisi kelas dengan salam yang lengkap dan agak tersirat penekanan di balasan salamnya. Ya saya sadar, mereka pasti malu ke dosennya karena mempunyai ketua kelas serupa saya. Tapi siapa suruh milih saya menjadi ketua mereka??



Hmm, sebenarnya hari itu (selasa, 25 Agustus 2009) bukan kuliah si, tapi asistensi perbekalan Praktik Kerja Lapangan di apotek dan rumah sakit. Asistensi PKL tersebut disampaikan oleh dosen saya yang disebut bu Dyah Aryani Perwitasari (nek ra salah). Da RockNRoll Lecturer!! Memberi kuliah secara selengek’an, serasa ngobrol dengan kawan. Ahay! Wes pokoke I luph u fool wes buu.. oh ya, tadi bu Dyah menjawab salam saya dan melontarkan pertanyaan yang membuat semesta di 302 bergemuruh selayak guruh. “Loh mbak, kowe ki kok ra lulus-lulus je??” hew hew hew.. saya hanya bisa beristigfar, kenapa dosen yang saya banggakan terkesan enggan bertatap muka dengan saya?

Mungkin waktu itu muka saya memerah karena banyak pasang mata menertawakan saya. Ada mulut berceramah, “pancen wes ra wangun sekolah kui buu.. wangune wes rabi!!”
Hahahaha kembali bertebar mengiringi langkah saya menuju tempat duduk yang tersisa : deretan paling depan.

Hhoaheemmmm.. baru seperempat jam saja menyimak bu Dyah, tapi bertubi-tubi aroma bau naga menguap dari mulut saya. Konsentrasi mulai bercabang-cabang : tentang bu Dyah, tentang PKL, tentang makan siang (ora khusyuk sing poso), tentang obrolan YM sebelum ke kampus, tentang pejantan berhati setan dan tentang perjalanan.
Oops, saya lebih memilih memfokuskan pada tentang perjalanan saya dari rumah menuju kos.

Saya menyebut Jl. Solo-Jogja sebagai Guru. Saya banyak belajar dari sini. Dan seperti inilah hasilnya, inilah diri saya, murid dari jalur semesta ciptaan manusia. Semua tumpah ruah di dalamnya : manusia yang mengendarai sandal, sepeda, motor, mobil dan semacamnya. Saya beri contoh pelajaran apa yang saya dapat dari tempat ini. Macetnya jalan, padatnya lalu lintas seperti lautan, bagi penggemar tingginya kecepatan seperti saya dituntut cekatan dan cepat menentukan keputusan. Keputusan dari arah mana saya menyalip kendaraan lain dengan aman, keputusan jalan mana yang memungkinkan agar cepat sampai tujuan, dengan teknik apa saya menghalangi kendaraan di belakang saya agar saya tetap menjadi yang terdepan (hahahhaha, egois tenan!). tapi bukan tentang ini yang saya risaukan saat di 302, tapi tentang berapa saja ladang amal yang terlewatkan selama perjalanan.

Ada seorang ibu tua mengendarai sepeda onthel, membawa dagangan. Tidak jelas sebabnya ibu itu kehilangan keseimbangan hingga barang dagangannya berserakan. Beliau berusaha mengambil dagangannya tersebut tanpa turun dari sepedanya. Eeeee.. malah ibu itu akhirnya juga jatuh bersama sepedanya ke sisi kiri. Saya yang mengendarai motor dengan kencang hanya bisa menyaksikan ibu itu tertindih sepeda dan menjerit kesakitan. Oh teganya, saya ini seorang wanita yang kelak menjadi seorang ibu juga, tapi kenapa saya seolah acuh melihat kejadian tersebut. Pikiran saya memikirkan resiko terburuk yang bisa saja dialami ibu tadi. Bisa saja beliau tidak bisa mengayuh sepeda untuk meneruskan langkahnya. Bisa saja jika benar ibu itu berdagang, beliau tidak bisa berjualan karena kesakitan. Bisa saja hari itu beliau tidak mendapat penghasilan. Bisa saja anak-anaknya memasang muka kecewa karena ibunya pulang membawa dagangannya kembali. Aaaaaaaaaarrgghh.. andai saja tadi saya sejenak berhenti untuk memastikan kalau beliau baik-baik saja?

Lagi, sampai di tikungan SMP 1 Prambanan. Di tengah jalan ada (hanya)satu pack gulungan tali rafia bermacam warna. Sepertinya seseorang menjatuhkannya, mungkin seorang tengkulak? Memang harganya tak seberapa : tergeletak tak bertuan, kembali saya acuhkan. Beberapa meter ke depan, saya jumpai sebuah motor penuh dengan perabotan plastik. Itu dia!! Mungkin dialah pemilik barang di tengah jalan tadi, karena saya juga melihat gulungan raffia yang lain di antara perabotan yang dia bawa : semodel dengan warna-warni gulungan raffia tadi. Memang saya sedang berpuasa, menjaga mulut dari perkataan tercela. Tapi celakanya, untuk perkataan mulia juga tak bisa. Suara hati menyuruh untuk memberitahukan pada tengkulak itu bahwa barang dagangannya jatuh di tengah jalan tikungan SMP tadi. Ah tapi belenggu hati terlalu kuat mengendalikan kemudi saya dan membawa raga melesat hebat. Satu lagi malaikat batal mencatat amal baik saya.

Tepat di lampu merah pertigaan Prambanan ( kalau belok kiri menuju Piyungan). Seorang kakek tua duduk di pinggir jalan. Beliau tidak menengadahkan tangan, hanya tertunduk lesu. Saya ragu apakah beliau pengemis atau bukan, tapi pakaiannya mengisyaratkan iya, lagi pula beliau berada di kerumunan pengemis yang lain.

Suara hati, ”Hey, itu seperti kakekmu! Kamu hanya bisa memberi kakekmu bingkisan doa agar beliau tenang disana. Sedang kakek yang berbaju kumuh itu? Beliau membutuhkan sesuap rejeki darimu agar beliau tenang di dunia hari ini saja.”

Belenggu hati, ”hahhahaha, Nieta.. ini rimba. Siapa kuat, dia akan menjadi pemenangnya. Kakek itu hanya memasang muka pucat mengharapkan iba. Coba tengok sakumu, tak ada uang kecil untuk dia. Ayo, bergegas tinggalkan dia.” Dan saya menyetujuinya.

Air mata saya mengetuk keras pelupuk yang menahannya, membayangkan wajah kakek saya. Padahal beliau tak pernah mengajarkan keacuhan seperti ini..
Kakek, inilah cucumu yang mengurungkan niatnya untuk berbagi karena tak bisa merelakan Rp.5000 yang ada di saku untuk sesosok tubuh yang renta selayak dirimu!

Teman, kita ini manusia. Kita punya usia. Usia kelak juga usai. Dan jasad tak lagi terpakai. Tidak malukah kita, apa bakti kita pada usia??

”Hahahahahh...” seisi kelas bersorak. Tapi saya tak mengerti apa yang mereka soraki (mungkin saya yang mereka soraki). Karena saya sibuk menyesali ladang amal yang terlewati. Allahumagfirlii.

10 comments:

  1. tediscript mengatakan...:

    hm... pejantan berhati setan ya...
    lagi lagi...

  1. Sukro! mengatakan...:

    heh??
    ko sing dikomeni sing kui je??

  1. Sukro! mengatakan...:

    hey what u thought??

  1. Sukro! mengatakan...:

    r u sure just wana say dat?
    hmm, ok ok ok ;)

  1. tediscript mengatakan...:

    recently your writing just makes me silent

  1. Anonim mengatakan...:

    hahhaha.... pejantanpun bergelagat :))

    wiro ndeleng baelah ;))

  1. tediscript mengatakan...:

    suwiiiiiii ra apdet2....

  1. Sukro! mengatakan...:

    sak karepkuuuuu... :p

Posting Komentar

Cari Blog Ini

About Me

Foto Saya
Sukro!
Ketika dunia di mata guweh berbalik menjadi serba relatif, lihat semuanya (minimal) dari dua sisi. Because every coin has two sides.. :)
Lihat profil lengkapku

Time of Now

Recent Post n Comment

Followers

Homepage Visitor

free counters

My Yahoo!


ShoutMix chat widget