Sambil mengetuk pintu ruang 302, saya mengucap salam. Kebiasaan, selalu terlambat masuk kuliah : beginilah ketua kelas telatan. Dan seperti yang sudah-sudah, ketika saya mengucap salam, pasti dijawab serempak oleh seisi kelas dengan salam yang lengkap dan agak tersirat penekanan di balasan salamnya. Ya saya sadar, mereka pasti malu ke dosennya karena mempunyai ketua kelas serupa saya. Tapi siapa suruh milih saya menjadi ketua mereka??
Hmm, sebenarnya hari itu (selasa, 25 Agustus 2009) bukan kuliah si, tapi asistensi perbekalan Praktik Kerja Lapangan di apotek dan rumah sakit. Asistensi PKL tersebut disampaikan oleh dosen saya yang disebut bu Dyah Aryani Perwitasari (nek ra salah). Da RockNRoll Lecturer!! Memberi kuliah secara selengek’an, serasa ngobrol dengan kawan. Ahay! Wes pokoke I luph u fool wes buu.. oh ya, tadi bu Dyah menjawab salam saya dan melontarkan pertanyaan yang membuat semesta di 302 bergemuruh selayak guruh. “Loh mbak, kowe ki kok ra lulus-lulus je??” hew hew hew.. saya hanya bisa beristigfar, kenapa dosen yang saya banggakan terkesan enggan bertatap muka dengan saya?
Mungkin waktu itu muka saya memerah karena banyak pasang mata menertawakan saya. Ada mulut berceramah, “pancen wes ra wangun sekolah kui buu.. wangune wes rabi!!”
Hahahaha kembali bertebar mengiringi langkah saya menuju tempat duduk yang tersisa : deretan paling depan.
Hhoaheemmmm.. baru seperempat jam saja menyimak bu Dyah, tapi bertubi-tubi aroma bau naga menguap dari mulut saya. Konsentrasi mulai bercabang-cabang : tentang bu Dyah, tentang PKL, tentang makan siang (ora khusyuk sing poso), tentang obrolan YM sebelum ke kampus, tentang pejantan berhati setan dan tentang perjalanan.
Oops, saya lebih memilih memfokuskan pada tentang perjalanan saya dari rumah menuju kos.
Saya menyebut Jl. Solo-Jogja sebagai Guru. Saya banyak belajar dari sini. Dan seperti inilah hasilnya, inilah diri saya, murid dari jalur semesta ciptaan manusia. Semua tumpah ruah di dalamnya : manusia yang mengendarai sandal, sepeda, motor, mobil dan semacamnya. Saya beri contoh pelajaran apa yang saya dapat dari tempat ini. Macetnya jalan, padatnya lalu lintas seperti lautan, bagi penggemar tingginya kecepatan seperti saya dituntut cekatan dan cepat menentukan keputusan. Keputusan dari arah mana saya menyalip kendaraan lain dengan aman, keputusan jalan mana yang memungkinkan agar cepat sampai tujuan, dengan teknik apa saya menghalangi kendaraan di belakang saya agar saya tetap menjadi yang terdepan (hahahhaha, egois tenan!). tapi bukan tentang ini yang saya risaukan saat di 302, tapi tentang berapa saja ladang amal yang terlewatkan selama perjalanan.
Ada seorang ibu tua mengendarai sepeda onthel, membawa dagangan. Tidak jelas sebabnya ibu itu kehilangan keseimbangan hingga barang dagangannya berserakan. Beliau berusaha mengambil dagangannya tersebut tanpa turun dari sepedanya. Eeeee.. malah ibu itu akhirnya juga jatuh bersama sepedanya ke sisi kiri. Saya yang mengendarai motor dengan kencang hanya bisa menyaksikan ibu itu tertindih sepeda dan menjerit kesakitan. Oh teganya, saya ini seorang wanita yang kelak menjadi seorang ibu juga, tapi kenapa saya seolah acuh melihat kejadian tersebut. Pikiran saya memikirkan resiko terburuk yang bisa saja dialami ibu tadi. Bisa saja beliau tidak bisa mengayuh sepeda untuk meneruskan langkahnya. Bisa saja jika benar ibu itu berdagang, beliau tidak bisa berjualan karena kesakitan. Bisa saja hari itu beliau tidak mendapat penghasilan. Bisa saja anak-anaknya memasang muka kecewa karena ibunya pulang membawa dagangannya kembali. Aaaaaaaaaarrgghh.. andai saja tadi saya sejenak berhenti untuk memastikan kalau beliau baik-baik saja?
Lagi, sampai di tikungan SMP 1 Prambanan. Di tengah jalan ada (hanya)satu pack gulungan tali rafia bermacam warna. Sepertinya seseorang menjatuhkannya, mungkin seorang tengkulak? Memang harganya tak seberapa : tergeletak tak bertuan, kembali saya acuhkan. Beberapa meter ke depan, saya jumpai sebuah motor penuh dengan perabotan plastik. Itu dia!! Mungkin dialah pemilik barang di tengah jalan tadi, karena saya juga melihat gulungan raffia yang lain di antara perabotan yang dia bawa : semodel dengan warna-warni gulungan raffia tadi. Memang saya sedang berpuasa, menjaga mulut dari perkataan tercela. Tapi celakanya, untuk perkataan mulia juga tak bisa. Suara hati menyuruh untuk memberitahukan pada tengkulak itu bahwa barang dagangannya jatuh di tengah jalan tikungan SMP tadi. Ah tapi belenggu hati terlalu kuat mengendalikan kemudi saya dan membawa raga melesat hebat. Satu lagi malaikat batal mencatat amal baik saya.
Tepat di lampu merah pertigaan Prambanan ( kalau belok kiri menuju Piyungan). Seorang kakek tua duduk di pinggir jalan. Beliau tidak menengadahkan tangan, hanya tertunduk lesu. Saya ragu apakah beliau pengemis atau bukan, tapi pakaiannya mengisyaratkan iya, lagi pula beliau berada di kerumunan pengemis yang lain.
Suara hati, ”Hey, itu seperti kakekmu! Kamu hanya bisa memberi kakekmu bingkisan doa agar beliau tenang disana. Sedang kakek yang berbaju kumuh itu? Beliau membutuhkan sesuap rejeki darimu agar beliau tenang di dunia hari ini saja.”
Belenggu hati, ”hahhahaha, Nieta.. ini rimba. Siapa kuat, dia akan menjadi pemenangnya. Kakek itu hanya memasang muka pucat mengharapkan iba. Coba tengok sakumu, tak ada uang kecil untuk dia. Ayo, bergegas tinggalkan dia.” Dan saya menyetujuinya.
Air mata saya mengetuk keras pelupuk yang menahannya, membayangkan wajah kakek saya. Padahal beliau tak pernah mengajarkan keacuhan seperti ini..
Kakek, inilah cucumu yang mengurungkan niatnya untuk berbagi karena tak bisa merelakan Rp.5000 yang ada di saku untuk sesosok tubuh yang renta selayak dirimu!
Teman, kita ini manusia. Kita punya usia. Usia kelak juga usai. Dan jasad tak lagi terpakai. Tidak malukah kita, apa bakti kita pada usia??
”Hahahahahh...” seisi kelas bersorak. Tapi saya tak mengerti apa yang mereka soraki (mungkin saya yang mereka soraki). Karena saya sibuk menyesali ladang amal yang terlewati. Allahumagfirlii.
Olala!
Kenapa terjadi lagi! Kesialan di waktu dzuhur.
Para sesepuh bilang, jangan bepergian di waktu dzuhur.
hmm. awalnya sih ndak percaya.. mitos banget gitu loch! tapi sudah empat kali aku mengalami yang seperti ini. Tapi syukur yang kelima ini tak separah yang sebelum2nya.
1. Kecelakaan di Gondang, Klaten.
Di waktu shalat jumat. Ada orang ngawur nyebrang jalan. Aku dari arah Jogja dengan kecepatan yang lumayan tinggi, sepertinya cuma 80km/jam dink. Tu orang m0t0ng jalanku. Tak sanggup kukendalikan m0t0rku. Ya mau tak mau kuarahkan kemudiku ke orang itu dan AMBYAAAAR!! Kaki dan tangan lecet, jidat robek, celana jins dan jaket jinsku juga bol0ng. Tapi tak tega kulihat m0torku yang bersimbah debu dan kehilangan beberapa puingnya. sesampainya di kantor polisi, aku tak terbukti bersalah. dan orang yang kutrabrak malah disuruh menanggung semua biaya perbaikan motorku. lumayan siy, 800 ribu cuy!! ;)
2. Dari arah Solo. Setelah bangjo RS Soeradji Tegalyoso Klaten. Sudah masuk waktu dzuhur juga. Di jalan sisi kanan ada m0bil berjalan kencang, tapi tiba2 berhenti mendadak karena m0tor di depannya juga berhenti tiba2.
Pak, aku di belakang m0bilmu tau!! Ya terpaksa kutabrak dari belakang. Kepalaku terbentur m0bil, m0torku hancur. Hahay! Untung nyawaku belum meluncur. lagi, aku tak bersalah, dan kerusakan motorku ditanggung oleh pemilik motor dan mobil yang berhenti mendadak tadi : sekitar 300 ribu pa ya!
3. Masih di Klaten, tepatnya depan Bank Pasar Klaten. sedari kumasuki jalan Solo-jogja, ada sorang pria bermotor Megapro yang mengendarai motornya dengan kencang. iseng2 saya ikuti (kayae si ngganteng,hehe) kejar-kejaran gitu deeehh..
tapi tiba2 saya merasa ada yang aneh, semacam perasaan was2. tapi tak tau kenapa muncul perasaan itu. jadi saya putuskan untuk tidak mengejarnya lagi (tapi masih dengan kecepatan tinggi). seperti sedang bermimpi, saya saksikan motor sang pria menabrak seorang kakek tua dengan sepeda ontanya. pengendara Megapro tadi terkulai dan sang kakek tergeletak di tengah jalan. dan inilah kecelakaan yang paling tragis.. dari belakang saya melaju kencang dan saya mengelindas tubuh renta itu. saya berjalan di udara beserta motor saya dan ajaibnya saya mendarat dengan sempurna. saya menepi dan menyimak kejadian di belakang saya. semesta berhamburan menolong kedua korban, tidak begitu jelas bagaimana keadaan keduanya. tapi saya sehat2 saja dan sangat berdosa. saya kaboooooooor ke jogja. agaknya semua semesta tak memperhatikan keberadaan saya (secara saya ikut memperparah keadaan sang kakek). persetan! saya pacu belalang saya semakin keras sekeras tangisan saya karena ketakutan. sesampainya di jogja saya sampaikan air mata pada seorang kawan dan saya (selalu) berhasil ditenangkan olehnya.
saya periksa motor saya : ada darah di bagian velg rodanya! terdiam memengang roda dan membayangkan bagaimana wujud kakek tua??
4. harusnya saya ada kuliah jam 7 pagi. nakalnya, saya bangun jam 8 pagi. bergegas mandi dan gosok gigi. bersiap tahkukkan jalan solo-jogja. sama sekali tak ada firasat. biasa lah, saya melayang di atas tanah melesat-lesat bagai kilat.
tapi dasar matane cadhok! ono cah sekolah nyabrang yo gage-gage ditabrak! kasusnya sama siy, dia motong jalan dan saya kaget dan saya AMBYAARRR!! koyo watu ngglundhung wes ra ngerti nyowoku nang ngendi. tengkurap dan darah bersimbah di lantai hitam dan terus mengalir dari mulut saya. ah, tidak! pasti hanya mimpi, serupa adegan dalam film laga. ( tapi batin saya teriak WOWW!!).
"isih urip ora"
"lanang po wadon"
"isih urip ora"
"lanang po wadon"
mereka seperti mengunyah, pertanyaan2 konyol yang kudengar di keadaan setengah sadar.
selayak kambing hendak dikorbankan, saya diangkut menuju rumah sakit dengan mobil pick up. tidak bersanding kawan. setiap pemberhentian lampu merah, manusia2 konyol menanyakan pertanyaan2 konyol lagi.
inikah nasib anakmu, Ibu..
Ibu? dimana ibuku?
sedang ibu ada di luar kota, lantas kepada siapa saya hendak bercerita??
gigi seri yang sebelumnya telah hilang satu (karena kecelakaan juga) kini telah hilang keduanya..
kaki, tangan ( berikut jemarinya), dan dagu tak mulus lagi.
tapi beruntung ragaku masih berbentuk??
dan yang nomer 5. hari ini. nekat berangkat ke jogja pas waktu dzuhur.
bleeeessss.. paku berukuran sedang menembus kulit roda saya. berjalan beberapa meter dan saya temukan jasa tambal ban di dekat lokasi kecelakaan saya yang #2.
merasakan angin, menyimak lalu lintas dan memperhatikan seorang tua yang mengerjakan ban saya. teringat seorang kawan yang (dulu) membuka praktik tambal ban di gang sawo glagahsari. kang Brindil!! dimana engkau kini, saya ingin belajar menambal ban sendiri (lagi). hihihihihihi
dari lima pengalaman saya ini ada dua hal yang sama di baliknya: sama2 di waktu dzuhur dan sama2 tanpa pamitan ke Ibu!
Niet sayang Ibu :*
Bunda,
ayah hilang
tapi agaknya dia kondang
dimana-mana namanya berkumandang
tak terkecuali di kaca yang bidang
Bunda,
jiwaku bimbang
nyaliku terangsang
teman-temanku tuding ayah pecundang
hanya kuterima dengan lapang
Bunda,
dimana ayahku tersayang
tak pedulikah dia otakku semakin gersang
memahami jalannya serupa jalang
Bunda,
apa kabar ayahku sekarang
aku tak setegar karang
kembalikan dia pulang
'kan kusambut dia dengan pelukan mengembang
Bunda,
tariklah dia dari jalan remang
kembali ke ruang terang
ruang wangi penuh kembang
Bunda,
anakmu ini itik malang
tak tau tempat berpegang
Bunda,
ayahmu itu teroris, mereka bilang
batinku teriak lantang
ayahku seorang pejuang!
tapi lidah seperti terikat tambang
hanya tangan kukepal di balik pinggang
Bunda,
kenapa mata basahmu hanya memandang
tak kau dengarkah anakmu berdendang?
Biasanya saya hanya menyebut acara jalan-jalan kami dengan “tour de (tempat yang kami kunjungi). Contohnya saat kami jalan-jalan ke Tegal, maka acara mblayang tersebut kami juluki “tour de Tegal”. Tapi yang ini beda. Entah apa yang membuat beda, mungkin proses menuju kesana. Perlu perjuangan yang tidak sedikit untuk menuju tempat yang ter-apapun (yang baik) yang pernah saya lihat. Dinamakan Timang. Pantai yang berada di kawasan
Wonosari, Gunung Kidul (baca: kayangan). Hmm, jalannya belum beraspal, masih tanah bercampur daun serta susunan batu. Kanan kiri jalan hanya ada tebing dan jurang. Sejauh mata berpesta, hanya ada bebatuan yang kadang ada juga tanaman dan pohon yang tumbuh di atasnya. Perlu kendaraan dan tekad serta fisik yang kuat untuk menempuh jalannya. Perlu insting yang tajam untuk (tidak sekedar) menyadari siapakah pencipta semua ketakjuban ini. Dan perlu benturan yang sangat keras hingga mampu membuat kami kehilangan ingatan tentang perjalanan kali ini. Aduhai.. Apakah saya berlebihan jika menyebut perjalanan ini, ”ROCK tour de Kayangan”?
Teman..
Ribuan GigaByte memori kamera digital atau handycam-mu tak 'kan sanggup merekam hangatnya tiap episod kebersamaan kita. Jika kalian berkenan, sisakan sedikit ruang di otak dan kalbumu, untuk mengikat erat episod-episod itu. Dan jangan sampai tercecer walau satu.
adalah kami dari kiri : Rizal Fauzi (rijal); Mbak Ida, S.Far, Apt. ; Ahmad Zakki (gembul: sopir dalam mobil); saya sendiri (sukro); Ari Susiana W.(aik); Isti Anah(isti); Maulina Dwi Susanti(santi) dan
Heri Wibowo(tumen)
Delapan jiwa yang rindu belaian angin liar, rindu hijaunya lautan, rindu tegarnya karang.
Sebtu, 08 Agustus 2009 pukul 13.00 Waktu Indonesia bagian Pandean, Glagahsari (kos Santi). Kami bertujuh mengawali perjalanan dengan doa. Glagahsari-Veteran-jl.Wonosari-Pathuk-kota Wonosari dan.. depot tiwul Yu Tum!! Nyam Nyam Nyam.. dua kesempatan sebelumnya kesini selalu tidak beruntung. Alhamdulillah saya dapatkan dua besek tiwul campur gathot. Ada walang bacem juga, tapi waktu saya lirik uang dalam dompet saya, lantas saya ucapkan sampai jumpa pada puluhan walang yang ada dalam toples yang sedari tadi memanggil nama saya. Lanjoooot.. puskesmas Karangrejek (disanalah kami berhenti sejenak, menjemput Aik yang sedang dalam tugas skripsi di Wonosari). Selanjutnya kami teruskan mengikuti jalan beraspal. Hanya ada tawa di dalam Avanza hitam yang ternyata gundul ban-nya, juga aus kampasnya. Terpaksa kami ambil mobil ini dari rental karena hanya inilah yang tersisa. Seluruhnya disewa para wartawan yang meliput detik-detik penangkapan gembong teroris yang katanya bernama Noordin M. Top di Temanggung. Ya, kami terima saja. Tapi kewaspadaan kami tingkatkan mengingat kondisi mobil tidak sehat. Tapi tetap tak mengurangi hahaha hihihi kami. Satu melempar canda dan lainnya menanggapinya masih dengan canda hingga otot perut serasa kram dibuatnya.
Tujuan utamanya adalah Pantai Siung yang dulu pernah kami singgahi. Tapi sang kapten : gembul, punya alternatif (gila) lainnya. Pantai Timang (yang dia juga belum tau jalannya). Berhenti di persimpangan antara Siung ataukah Timang. Sang navigator (saya, hehe) menimbang-nimbang. Akhirnya para awak menunjuk Timang yang menjadi korban dari kebusukan gelora petualang kami.
Bertanya arah kepada orang yang kami temui di jalan (ceritanya, navigator sedang kehilangan GPS-nya). Dan kami telusuri petunjuk yang tadi didapat hingga jerit histeris berkumandang, melihat jalanan bebatuan. Sempat ada keraguan, apakah alur ini bisa kami takhlukkan. Bismillah.. Tawa yang tadi menggema, sekejap ditelan jerit kecemasan. Kecemasan akan keutuhan nyawa dalam raga. Secara jam terbang sang kapten masih di bawah standard internasional. Tapi kami coba hadirkan tawa, meskipun tak selega sebelumnya. Dalam hati saya :
Pengemudi harus percaya pada apa yang dikemudikannya. Dan penumpang harus percaya pada pengemudi yang mengemudikan apa yang sedang ditumpanginya. Insyaallah everything’s under control ;)
Setengah jam, kami sudah bisa merasakan angin yang agaknya berasal dari lautan. Sangat khas sembribitnya. Seisi Avanza tak sanggup menahan gembira, semua bersorak sorai menyambut uap air dari ganasnya ombak! Sesaat, sesaat, sesaat,, separo jam belum kelihatan jua garis pantainya. Hampir putus asa. Dan WOWW!!
Ajaib! Seperti laut di atas bukit!! Saya merinding melihatnya. Kalimat-kalimat pujian tak bisa terucap. Membeku di lidah yang kelu. Hanya rasa syukur, bisa menikmati kebesaran-Nya di waktu yang berbeda, tempat yang berbeda, perasaan yang berbeda dan dengan orang-orang yang berbeda pula.
Ayo dilanjooooot gan...
Semakin dekat.
hahahahahahha..
Alhamdulillah akhirnya sampai juga!
hihihihihihi..
Ayo tebar petaka disit,,
siapa yang punyai semesta
siapa yang punyai jiwa di dalamnya
cemburu pada samudera yang menampung segala
cemburu pada ombak yang selalu bergerak
bisakah kalian merasakan anginnya
bisakah kalian meraba uap air yang tercipta oleh ombaknya
bisakah kalian merasakan pijakanmu tak setegar karangnya
bisakah..
sejauh mata memandang hanya biru
sejauh mata memandang hanya lugu
tak ada ragu
hanya haru
ya, ini kuasa-Mu
seperti pantai tak berpenghuni
seperti kamilah yang memiliki
tidak, ada yang sedang menggali rejeki
dua tebing diapit mati dengan seutas tali
menghubungkan dua karang dengan tali sistem katrol
lihat!
Di tebing sebrang, bagian bawah, ada setitik warna hijau biru di antara cokelat karang
Dialah pengais rejeki samudera
Entah : udang, ikan, belut, ataukah kepiting yang dicarinya.
serasa ingin menginap disini
memeluk karang tak mau kembali
bernyanyi melagukan riangnya hati
sampai tiba mati
Timang, saya pasti kembali
Tak mengerti
Entah di kesempatan yang mana lagi
Bergegas menuju pantai Siung..
Tapi sampai kami temui tanjakan tinggi menggoda nyali. Mobil tidak kuat mengangkut tubuh kami berdelapan. Akhirnya kami putuskan untuk turun. Tapi tetap saja Avanza tidak bisa mengangkat tubuhnya sendiri meski hanya ada sang kapten di dalamnya. Malah keluar asap dari kaki-kakinya. Saking kuatnya gesekannya dengan kampasnya. Asap tak sedap, karet terbakar. Mulai menyulut kecemasan kami.
Ternyata karena susunan batu yang tak rapi menghambat jalannya roda mobil. Sang kapten turun dan menginstruksikan pada awaknya untuk memindah-mindahkan letak batu agar sedikit rapi dan bisa dilewati.
SIYAAAAAAP!!
mencoba lagi dan.. kami ber-hip-hip-hore!!
Tapi ya.. ada konsekuensinya..
akibat bensin campur
campur ndorong
campur mlaku
maaaaaakk.. wegah aku..
lanjutken tapaking laku..
mampir di mushola untuk shalat asar, jam 16.33.
lanjut lagi ke Siung!!
Sama saja. Hanya tebing-tebing yang menjadi dindingnya.
Berkhayal tebing-tebing itu adalah Green Canon yang ada di luar negeri.
Tapi ternyata hanyalah Green Kranon (sebuah desa di Wonosari)
Hihihihiih
magrib tiba,,
bergegas pulang..
bubey Siung..
mampir musola..
makan lele bakar di tengah kota Wonosari (rekomendasi gembul : sing mbaurekso Wonosari). Nyam Nyam Nyam, gag kalah maknyus dengan tiwul Yu Tum tadi.
pas makan, ada berita acara (SMS dari temen Gembul) ; fashion show di kraton.
lanjoooooottt gaaan!!
yang benar saja, jam 9 malam tepat sampai keraton ngayogjokarto.
na'as lagi, acarane wes bubar lek!
ya balik maning maring kose dewek-dewek laahh..
lega
senang
dan bahagia
jalan-jalan yang menyenangkan
"SABTU, 8 AGUSTUS.. BERMINAT KE PANTAI SIUNG? KETIK 'REG (WAKTU KEBERANGKATAN YANG DIINGINKAN)' KIRIM KE GEMBUL. TAK BERMINAT? KETIK NONREG"
SMS paling oye! akhirnya terlaksana rencana yang tertunda;)
thank's Gembul :
4 my all happiness @ dat day ;)
u r a gr8 event organizer!!
Indeks Prestasi Dian Nita Utami NIM: 06023098 --> 2,91.
Kenapa tragis sekali! =((
Berusaha menyesal di awal. Tapi memang adatnya penyesalan adalah di belakang. Harusnya saya bisa meraih IP di atas IP yang telah saya ramalkan sebelumnya: 3,25.
(mleset-e akeh banget!)
Secara banyak SKS yang harus saya dalami kembali (ngulang,hehe) di semester berikutnya. 2,91 : hanya 20 SKS yang bisa saya ambil. Pas, sesuai jatah SKS yang harus ditempuh di semester 7.
Heh?? Semester 7?? Ketok tuwo, tapi ra mudeng opo-opo.
Hmm. Niat lillahita'ala. Semester 7 harus lebih bergairah belajar! Jangan sampai terulang terjangkit demam facebook dan serupanya. Jika perlu, saya harus mengidap demam skripsi! Biar cepet lulus ndang rabi! Ora mung ngampet birahi? Hihihi
Selamat datang, semester yang kurindui.
Teguhkan hati ini, Ya Rabbi.
Ah, tampaknya saya harus mengubur dalam-dalam tentang impian saya untuk meneliti khasiat temulawak sebagai aprodisiaka alias obat kuat (pria) sebagai bahan skripsi.
“UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) SEBAGAI APRODISIAKA TERHADAP MENCIT JANTAN DEWASA ( Mus musculus) GALUR DDY”
Berhari-hari
saya susun judul ini agar menjadi judul yang pantas. Agar menjadi judul yang menarik perhatian dosen pembimbing saya. Agar menjadi judul yang informatif bagi semua orang yang melihatnya walau sekilas saja. Agar bisa mewakili apa yang sedang ada di dalam pikiran saya. Tentunya agar bisa menjadi judul skripsi saya.
Berminggu-minggu saya kumpulkan jurnal-jurnal dari penelitian yang terdahulu, yang bisa mendukung kelanjutan judul skripsi saya. Hey, tentu saja saya tak mau jika skripsi saya hanya berisi judul? Sekuat tenaga saya cari data-data empirisnya juga. Malah saya sempat tanyakan kebenaran khasiat temulawak ini pada seorang tua yang saya kenal di jalan (sudah saya potong sendiri syaraf malu yang saya punya).
Inspirasi judul ini saya dapatkan waktu kuliah Skripsi I yang dibawakan oleh Prof. Dr. Hj. Nurfina Aznam Nugroho, S.U, Apt. Beliau menginformasikan bahwa penelitian terbaru di luar negeri menyatakan bahwa temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) memiliki aktivitas aprodisiaka yang hampir setara dengan ginseng korea ( Panax schinseng). Saya ingat betul (tumben waktu itu saya tidak tidur di kelas seperti biasanya), beliau memberi motivasi pada kami agar tidak mau kalah dengan peneliti luar negeri, temulawak adalah komoditi (bahan alam yang berkhasiat obat) terbesar di Indonesia sehingga kita-lah yang wajib mengembangkannya, bukan malah negara lain yang lebih perhatian pada komoditi kita. Saat mendengar itu saya tidak menitikberatkan pada efek aprodisiaknya, tapi saya lebih memikirkan pengembangan penggunaan temulawak yang sudah menjadi ikon temulawak itu. Secara Ibu Nurfina telah membuktikan usahanya memproduksi berbagai macam jamu yang dikemas dengan kemodernan dan berhasil didistribusikan ke seluruh sudut di Indonesia, bahkan ke luar negeri. Produknya antara lain menggunakan Kunyit, Kunyit Putih, Temulawak, Temugiring, Jahe Merah, Daun Kepel, Daun jati Belanda, Kayu Secang, dll. Sungguh saya terbakar oleh ucapan dan pembuktian diri beliau, she’s a great motivator!
Tanpa ragu lantas saya mengusulkan judul skripsi saya dan saya meminta agar Ibu Nurfina yang membimbing saya dalam penelitian ini. Na’as, usulan untuk menggandeng beliau tidak disetujui kaprodi. Mungkin dengan pertimbangan kesibukan Ibu Nurfina sendiri yang tidak diragukan lagi oleh banyak orang. Dan Pak Kintoko(mbuh gelare opo : S1 Farmasi UGM, S2 di Malaysia)-lah yang didaulat untuk membimbing saya. Saya tidak meragukan keunggulan beliau dalam pengetahuan bahan alam, secara beliau jebolan universitas ternama di Malaysia. Tapi saya sedikit kecewa kehilangan kesempatan berkolaborasi dengan my great inspirator, huhuhuhuhh..
Sharing pertama dengan Pak Kintoko, saya utarakan ”gawean” saya, latar belakang dan cara kerja penelitian saya (yang cukup rumit dan mungkin perlu dana yang tak sedikit). Agaknya beliau terkejut mendengar ke”nyleneh”an judul saya. Secara bertahun-tahun beliau mengabdi di UAD belum pernah membimbing mahasiswa yang cukup inovatif (red,) seperti saya.
Hahahahahha,, bukan hanya Pak Kintoko saja yang geleng-geleng kepala. Saya rasa anda juga iya?
Pak Kin hanya memberikan pandangan-pandangannya tentang penelitian saya. Dan menyuruh saya untuk memikirkannya matang-matang baik dari sisi teknis maupun ekonomisnya.
I’m on fire before, but he turn me off suddenly! Damn! (ceritane mutung cenderung bingung). Satu bulan, atau bahkan dua bulan saya menghilang. Tak berselera dengan skripsi saya, otomatis juga tak bergairah bertatap muka dengan Pak Kin. Hari-hari saya isi dengan berjalan mantap di dunia setengah nyata : facebook, YM, mig33, facebook, YM, facebook, facebook dan facebook.
Sadar.
Saya ini manusia nyata sepenuhnya.
Harusnya meniti jalan yang sepenuhnya nyata juga.
Konflik batin yang ganas, antara sepenuhnya nyata dan setengah nyata.
Atas inisiatif sendiri dan didukung oleh beberapa teman, saya tinggalkan kiprah saya di dunia setengah nyata (deactivate facebook, e malah reactivate blog. Podo wae ora si?).
Sampai akhirnya ada teman yang menghubungi saya. Menanyakan tentang ”gawean” saya. Saya jawab seadanya, bahwa saya belum memikirkannya. In the end, dia menanyakan apakah saya butuh partner dalam “gawean” saya ini. Bukan jawaban ya atau tidak yang saya sampaikan. Tapi hanya pertanyaan “sumpeeehh low??”. Loh? Karena saya telah mencium gelagatnya yang ingin menjadi partner saya, makanya saya ingin menegaskan keseriusannya untuk begabung dengan saya. Dia jawab iya. Dan resmilah. Firman to be my partner in crime. Hahahahahah,,
Beranjak merangkak (nek perlu ngesot sisan) menyusun proposal. Karena suntuk di rumah terus, saya putuskan untuk berkunjung ke kampus (untuk sharing dengan Firman). Senangnya, mendapat sambutan hangat dari teman-teman. ”Diyaaaaaann.. miss yu so mach..” hahahahahah, tanpa aba-aba saya balik tebar petaka pada mereka. Salah satu dari mereka, ”Hey si ide briliant! Kemarin kamu dicari Pak Kintoko.” Hwaaaaaaaaaaa.. yang benar saja?? ”Nah emang ngopo je?”, rupanya teman saya itu juga dibimbing oleh pak Kin. ”Pak Kin bilang beliau kehilangan mahasiswanya yang ingin meneliti obat kuat, dan mahasiswa itu juga tampak kuat!”. ”Itu kamu kan, Yan?”, sambungnya. Hadeeww.. jadi pengen maluuu.. ”Kosik ah, durung selo ngadep pak Kin.” jawab saya semena-mena.
Setelah sharing dengan Firman, kami memutuskan untuk sowan pak Kin esok harinya. Jam 1 siang di Lab Fitokimia. Tepat jam 1.10 siang saya tiba di TKP, Firman sudah disana, tanpa Pak Kin. Kami menunggu cukup lama, jam 2 beliau tiba. Yang benar saja, saya berharap kalimat yang keluar dari mulut beliau adalah ”Maaf ya telah menunggu saya lama”, tapi tidak. ” Kamu menghilang kemana saja, Yan?”. Saya diam sejenak memikirkan harus bagaimana saya menjawabnya. ”Hari-hari kemarin saya sedang mengumpulkan keberanian untuk menemui njenengan, Pak.” Entah mengapa dari semua kalimat yang saya pikirkan, kalimat itu yang terucap. Bodohnya saya! Pak Kin hanya tertawa tak berirama.
”Lantas cara kerja yang mana yang jadi kamu pilih?”, kata beliau membuka perbincangan. ”Cara kerja yang parameternya ML ( Mountain Latency) dan MF ( Mountain Frequency, Pak.” jawab saya mantab. Firman hanya diam saja. Kemudian kami menganalisis cara kerjanya. Mencit jantan diberi perlakuan (dipuasakan : tidak berinteraksi dengan mencit betina) selama beberapa hari. Lalu diberikan ekstrak temulawak melalui oral, dibiarkan di kandang selama 1 jam. Kemudian masukkan mencit betina ke dalam kandang. Dilihat reaksi dari mencit jantan terhadap kehadiran mencit betina. Yang diamati adalah ML (jarak waktu dari sejak pemberian ekstrak temulawak hingga timbul perubahan perilaku :mencit jantan menaiki tubuh mencit betina) dan MF (banyaknya percobaan yang dilakukan mencit jantan menaiki tubuh mencit betina). Dicatat hasilnya dan dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (yaitu kelompok yang tidak diberi ekstrak temulawak) dan kelompok kontrol positif (yaitu kelompok yang diberi obat yang sudah terbukti khasiatnya sebagai aprodisiak). Sepertinya percobaan yang mudah dan ”menantang” kan? Hahahahahah..
Kami hubungkan dengan merunut jurnal:
1. Mencit jantan yang dibutuhkan adalah sebanyak 48 ekor. Ini belum terhitung mencit betina yang harus disuguhkan kepada mencit jantan. Lagi, satu pasangan membutuhkan satu kandang. Berapa duit yang harus kami rogoh dari kantong orang tua kami? Kami menganggapnya tidak ekonomis.
2. Mencit juga memiliki rasa malu, pun terhadap manusia. Dia tidak mau adegan terpanasnya diketahui manusia. Oleh karena itu, kita harus menggunakan Handycam untuk melihat adegan-adegan tersebut. Saya pikir lagi, berapa kaset yang harus disiapkan untuk melihat 48 pasangan mencit jika tiap pasangan diberikan durasi 30 menit untuk menunjukkan khasiat dari temulawak ini?
3. Manjanya. Layaknya manusia, mencit juga menginginkan suasana yang super romantis untuk mendapatkan keintiman hubungannya dengan kekasihnya. Mencit perlu tempat yang remang-remang atau gelap untuk melancarkan aksinya. Di jurnal disebutkan sebaiknya penelitian di mulai pada jam 6.30 sore. Hahh? Lantas apakah tiap malam saya dan Firman harus menginap di laboratorium? Bisa-bisa terjadi hal-hal yang diinginkan, secara saya adalah betina dan Firman adalah jantan, berada di remang malam. Hahahhahaha.. ngelonjor mode: ON.
Dari pertimbangan-pertimbangan inilah akhirnya saya memupuskan harapan saya. Dan pak Kin mengusulkan judul yang bertolak belakang dengan judul saya sebelumnya meskipun masih sama-sama berbau sex (agaknya Pak Kin bisa membaca gairah saya? Hahahahah). Pengembangan tanaman obat untuk infertilitas pejantan. Beliau menerangkan bahwa sekarang ini pertumbuhan penduduk indonesia sangat tak terkendali. KB yang digunakan oleh kaum betina dinilai belum efektif. Kebanyakan kaum betina mengeluhkan kegemukan jika dia ber-KB, sehingga ada rasa enggan tapi terpaksa dia laksanakan. Beda halnya jika yang dihambat adalah kesuburan dari pejantan? Ah, ini hanya hipotesis saja. Perlu penelitian lebih lanjut untuk menemukan tanaman obat yang bisa menghambat kesuburan (tentunya yang bersifat reversible) pada pejantan. Pak Kin melihat prospek penelitian ini cukup bagus. Saya dan Firman mengiyakan.
Saya mulai mencerna doktrin yang diberikan Pak Kin. Berunding sebentar dengan Firman. Dan akhirnya pikiran dan hati kami saling berjabat. Kami terima tantangan yang diberikan oleh Pak Kintoko.
Ya! Kita bisa! Meskipun belum tahu cara kerjanya. Inilah PR kami.
Dan segera saya laporkan perkembangan ”gawean” saya kepada anda.
See ya! ;)
Sembari menunggu kedatangan dosen pembimbing saya di laboratorium fitokimia UAD kampus 3, saya jalan-jalan di Okezone.com. Tertulis "Berita Hangat: Mbah Surip Meninggal."
Innalillah..
Awalnya shock setengah tak percaya. Dan Allah menunjukkan kuasanya. Mudah saja Allah menjatuhkan hamba-Nya meski dia berada di puncak tertinggi sekalipun. Mudah saja Allah memisahkan nyawa yang telah bersenyawa erat dengan raga. Memanglah Dia Raja Semesta. Tanpa ada tawar menawar dengan makhluk-Nya. Kun fayakun!
Lalu bisa apakah kita? Hanya mengejar dan membanggakan kesempurnaan? Hanya bisa mengangkat dagu dan memalingkan muka dari Pencipta raga? Hanya mengaku taat tapi selalu bersahabat dengan maksiat?
Oh, Dunia..
Saya lanjutkan jalan-jalan saya. Saya telusuri berita-berita terkait : sang anak ingin menikah di hadapan jenazah Mbah Surip, Mbah Surip raup Rp.4,5 M dari RBT, Tetangga histeris mengetahui kematian Mbah Surip, dan masih banyak berita tentang beliau. Yang paling menarik adalah : Mbah Surip pernah mati suri.
Wew.. Amazing life, huh?
Bagaimana tidak, Mbah Surip pernah mati. Saat masih berada di Mojokerto dan sempat dikuburkan. Tidak dijelaskan secara detail perihal bangkitnya Mbah Surip dari kubur. Tapi pascamati suri, kelakuan Mbah Surip menjadi aneh dan kehilangan sebagian ingatannya. (yo dadi koyo ngono kae wujude..?)
Ketika ditanya mass media akan diapakan duit milyaran yang beliau dapat dari royalti nada sambung lagu Tak Gendong, Mbah Surip menjawab (masih dengan tawa khas-nya) : "Akan saya belikan kopi senilai Rp. 1 M dan gula senilai Rp. 1 M. Karena dengan kopi saya menjadi sehat dan awet muda. Kalau minum kopi saya sudah aman."
Ah, nyatanya mati tak berdaya?
Kreativitas hingga akhir hayat.
Akhirnya Mbah Surip kecapekan menggendong popularitasnya di dunia dan giliran Mbah Surip yang digendong oleh amalnya menuju baka.
Enak tow!
Manteb tow!
Sungguh semua adalah milik-Nya dan sungguh hanya pada Dia segalanya akan kembali.
I LOPH U FULL N I LOPH U ALWAYS, DUDE!!
HAAA..HAAA..HAA..
* tak 'kan ada yang bisa menyamai kelakarnya?
Over and over I tried
Over and over I cried
Over and over u lied
Don't know why..
I'm all alone, i'm empty
Please fill me into your soul
Come back and give my world
I feel so lonely without you now,
I felt so lovely with u somehow
I swear
I ain't finding any peace here because I just wanna my love to be near
--------------------------------------------
Miss ya! =((((((((((
Hwaaaaa.. Satu, dua, tiga, empat, buanyaaaaak buanget ni jerawat. Padahal biasanya gag sebrutal ini. Paling pol juga cuman dua, itu pun pada saat2 tertentu (PraMenstruatieSyndrom).
Saya inget2, apa gara2 pelembab yang saya pake?
(ojo do ngguyu sik, "sukro pake pelembab?")
Akhir2 ni kan cuacane lagi aeng : awan panas mbengi uadem. Rupanya kulit saya gag berhasil beradaptasi dengan cuaca ini, terutama kulit wajah. Rasanya kering, kusam dan terasa tidak nyaman. Biasanya saya hanya menggunakan bahan alami, yang selalu ada dimana saya berada. Yaitu air liur saya sendiri, dan inilah rahasia kecantikan saya (baru kali ini saya beberkan pada anda). Bingung bagaimana cara pakainya?
Hahahahaha..
Perhatikan!
Jilat jempol anda, pastikan kebersihannya (nek ra selo yo rasah resik2 yo rapopo,hehe).
Lalu usapkan jempol anda ke bagian wajah yang terasa kering. Secukupnya.
(wkakakakakakk, mesti do gilo yoh!)
Terbukti, alhamdulillah jarang timbul jerawat, meskipun tidak ada perawatan khusus. Saat mengendarai motor pun saya tak pernah ber-slayer. Saya syukuri keadaan kulit saya ini ;)
Kalau anda ingin tau logikanya, simaklah saya.
Air liur kita memiliki zat yang bernama lisozim (mungkin sejenis enzim). Zat ini berfungsi sebagai pertahanan di mulut, berkhasiat sebagai antibakteri. Membunuh bakteri yang masuk bersama makanan. Ini ilmu yang ditemukan di jaman modern, Teman. Tapi orang tua kita terdahulu sudah menggunakan air liur ini untuk berbagai penyakit kulit, bukan? Siapa yang lebih pintar? Hahahahaha
Kembali ke kulit saya yang semakin terasa tak sehat. Lisozim yang biasanya mujarab menjadi tidak menunjukkan khasiat. Bingung dengan keadaan ini, saya paksakan pake pelembab. Pelembab yang katanya bisa mengalihkan dunia. Kemana? Ke neraka mungkin iya :p
Tiga hari pemakaian ajib2 aje, setelah hari keempat timbul beberapa jerawat. Besarnya pun nekat.
Aaaaaarrgghhh..pie iki!
Opo pancen ora wangun dempulan :(